Harian Lampung Sumatera.com/TULANG BAWANG LAMPUNG_ Ratusan Wartawan Tulangbawang siap AKSI di kantor Bupati Tulangbawang,DPRD dan Kejaksaan Negeri (KAJARI) Tulangbawang pada Senin mendatang, dalam rangka menyampaikan beberapa tuntutan yang di keluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten Tulangbawang melalui anggaran mitra publikasi di Dinas Komunikasi dan Informasi (DISKOMINFO) tuba, Selasa 9 September 2025.
“Berbagai tuntutan tersebut, berdasarkan keluhan Wartawan di tahun 2024-2025 yang tidak diikutsertakan dalam kegiatan anggaran Publikasi pemerintah lantaran harus menggunakan perusahaan yang terdaftar di Dewan Pers. Halini memicu suasan perusahaan Pers lokal yang di anggap tidak memenuhi persyaratan yang sesuai peraturan pemerintah di terapkan Dinas Kominfo tuba;
Puluhan Ketua Organisasi Pers di Tulangbawang akan mengerahkan anggota AKSI menyuarakan aspirasi yang tidak diikutsertakan dalam kegiatan pemerintahan,”Bupati Qurotul Ikhwan dan Wakil Bupati Hankam Hasan. Yang mana media lokal di Tulangbawang tidak ada pengakuan yang layak terhadap peran Jurnalis lokal oleh Pemerintah Kabupaten Tulangbawang.
“Disampaikan oleh,” Hartono, selaku Team Media Lintas Group, bahwa selama dua tahun terakhir, Insan Pers di kabupaten Tulangbawang merasa tidak diakui Pemerintah Daerah, baik dalam bentuk kolaborasi informasi maupun fasilitasi kegiatan jurnalistik, nyaris tak terdengar gaungnya.
Padahal, di kabupaten lain di Provinsi Lampung, kerja sama antara pemerintah daerah dan awak media sudah mulai menampakkan geliat yang sehat dan saling menguntungkan.“ ini bukan lagi sekedar soal efisiensi anggaran, tapi sudah menyentuh persoalan penghargaan terhadap fungsi Pers sebagai pilar keempat demokrasi kata Hartono.
Sementara salahsatu ketua Organisasi Pers yang tergabung dalam forum Ketua Organisasi Se-Tulangbawang. Yang belum bersedia disebutkan namanya dalam tulisan ini mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar konsolidasi besar untuk membahas masa depan Dunia Jurnalistik di wilayah Tulangbawang;
Berulangkali alasan efisiensi menjadi tameng kebijakan Pemkab Tulangbawang. Namun, argumen itu mulai kehilangan relevansi di tengah fakta bahwa kabupaten lain justru memperkuat relasinya dengan Insan Media.
Ketimpangan ini menimbulkan kesan seolah-olah keberadaan para “kuli tinta”—istilah yang jamak digunakan untuk menyebut jurnalis lapangan—tidak lagi dibutuhkan di Tulangbawang.
Seorang jurnalis senior yang aktif dalam forum organisasi tersebut menilai bahwa kondisi ini merupakan bentuk pengkerdilan terhadap profesi wartawan. “Jika ini terus dibiarkan, kami khawatir akan terjadi pengabaian struktural yang bisa membunuh ekosistem pers lokal secara perlahan,” katanya.
Pernyataan lebih keras datang dari seorang mantan perwira tinggi polisi yang kini menjabat di lingkungan Polda Metro Jaya. Dalam sebuah diskusi pekan lalu, ia mengingatkan bahwa “bila Pers Sakit, maka Negara ikut sakit.” Sebuah filosofi yang merefleksikan pentingnya menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan kontrol publik yang sehat.
Kondisi di Tulangbawang menjadi cerminan bagaimana relasi antara kekuasaan lokal dan media bisa rapuh jika tidak dikelola dengan niat baik. Dalam sistem demokrasi, keberadaan pers bukan sekadar pelengkap informasi, melainkan bagian penting dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik.
Pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Tulangbawang dan Ketua DPRD, diharapkan segera mengambil langkah reflektif. Pers lokal tidak hanya membutuhkan pengakuan formal, tetapi juga ruang hidup untuk menjalankan fungsi kontrol sosial. Jika suara mereka terus diredam, maka publik akan kehilangan salah satu jendela penting dalam melihat kebenaran. Red.(Tono Sumatera)