banner 728x250

PERS Tulangbawang Terpinggirkan, Pilar Demokrasi yang Mulai Ditinggalkan

banner 120x600
banner 468x60

 

Harian Lampung Sumatera.com/TULANGBAWANG – Di balik julukan “Sai Bumi Nengah Nyappur”, Kabupaten Tulangbawang menyimpan kegelisahan yang tak kunjung reda. Senin, (08/09/2025)

banner 325x300

Sejumlah ketua organisasi pers di daerah ini kembali menyuarakan keresahan lama, tidak adanya pengakuan yang layak terhadap peran jurnalis lokal oleh Pemerintah Kabupaten Tulangbawang.

Selama dua tahun terakhir, insan pers di kabupaten ini merasa dikerdilkan. Dukungan dari pemerintah daerah, baik dalam bentuk kolaborasi informasi maupun fasilitasi kegiatan jurnalistik, nyaris tak terdengar gaungnya.

Padahal, di banyak kabupaten lain di Provinsi Lampung, kerja sama antara pemerintah daerah dan awak media sudah mulai menampakkan geliat yang sehat dan saling menguntungkan.

“Ini bukan lagi sekadar soal efisiensi anggaran, tapi sudah menyentuh persoalan penghargaan terhadap fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi,” ujar salah satu ketua organisasi pers yang tergabung dalam forum Ketua Organisasi Se-Tulangbawang.

Ia menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar konsolidasi besar untuk membahas masa depan dunia jurnalistik di wilayah ini.

Berulangkali alasan efisiensi menjadi tameng kebijakan Pemkab Tulangbawang. Namun, argumen itu mulai kehilangan relevansi di tengah fakta bahwa kabupaten lain justru memperkuat relasinya dengan insan media.

Ketimpangan ini menimbulkan kesan seolah-olah keberadaan para “kuli tinta”—istilah yang jamak digunakan untuk menyebut jurnalis lapangan—tidak lagi dibutuhkan di Tulangbawang.

Seorang jurnalis senior yang aktif dalam forum organisasi tersebut menilai bahwa kondisi ini merupakan bentuk pengkerdilan terhadap profesi wartawan. “Jika ini terus dibiarkan, kami khawatir akan terjadi pengabaian struktural yang bisa membunuh ekosistem pers lokal secara perlahan,” katanya.

Pernyataan lebih keras datang dari seorang mantan perwira tinggi polisi yang kini menjabat di lingkungan Polda Metro Jaya. Dalam sebuah diskusi pekan lalu, ia mengingatkan bahwa “bila pers sakit, maka negara ikut sakit.” Sebuah filosofi yang merefleksikan pentingnya menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan kontrol publik yang sehat.

Kondisi di Tulangbawang menjadi cerminan bagaimana relasi antara kekuasaan lokal dan media bisa rapuh jika tidak dikelola dengan niat baik.

Dalam sistem demokrasi, keberadaan pers bukan sekadar pelengkap informasi, melainkan bagian penting dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik.

Pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Tulangbawang dan Ketua DPRD, diharapkan segera mengambil langkah reflektif. Pers lokal tidak hanya membutuhkan pengakuan formal, tetapi juga ruang hidup untuk menjalankan fungsi kontrol sosial. Jika suara mereka terus diredam, maka publik akan kehilangan salah satu jendela penting dalam melihat kebenaran. (Red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *